Banner IDwebhost
BERBAGI ITU INDAH, SEDEKAH ITU IBADAH

25 Desember 2010

STANDAR KELULUSAN UN TAHUN 2010/2011 DIPERLONGGAR

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Badan Standar Pendidikan Nasional telah siap dengan formula baru penilaian kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Untuk itu, pelaksanaan ujian nasional tahun ajaran 2010/2011 hanya dilaksanakan satu kali pada bulan Mei 2011.

Pada tahun ini UN ulangan ditidakan. Adapun ujian sekolah diadakan sebelum pelaksanaan UN.

Ujian nasional (UN) utama untuk SMA/SMK digelar pada minggu pertama Mei 2011, sedangkan untuk SMP pada minggu kedua Mei 2011. Adapun UN susulan bagi mereka yang belum mengikuti UN utama dilaksanakan satu minggu kemudian. Pada tahun ini UN ulangan ditidakan. Adapun ujian sekolah diadakan sebelum pelaksanaan UN.

Demikian perubahan yang terungkap dalam sosialisasi kebijakan UN Tahun Pelajaran 2010/2011 yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) di Jakarta, Kamis (17/12).

Kegiatan tersebut selain untuk mensosialisasikan juga meminta masukan soal perubahan UN dari dinas pendidikan kota/kabupaten dan perguruan tinggi.Pemerintah memnag telah memgang formula baru. Namun, sebelum ditetapkan secara resmi, pemerintah dan BSNP meminta masukan dari daerah apakah perubahan dalam pelaksanaan UN 2011 bisa diterima dengan baik.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan dengan adanya formula baru yang mengevaluasi siswa secara komprhensif selama tiga tahun belajar, polemik UN yang muncul tiap tahun diharapkan bisa berhenti. "Kita nantinya mesti lebih fokus pada apa yang perlu dikerjakan atau diperbaiki dari hasil UN," ujar Nuh.

Ketua BSNP Djemari Mardapi mengatakan penilaian kelulusan antara UN dan hasil belajar di sekolah tidak lagi saling memveto, namun bisa saling membantu. Untuk itu, penilaian UN digabung dengan nilai dari sekolah.

Kelulusan siswa dari sekolah dengan melihat nilai gabungan rencananya dipatok minimal 5,5. Nilai gabungan merupakan perpaduan nilai UN dan nilai sekolah untuk setiap mata pelajaran UN.

Rumus yang ditawarkan pemerintah untuk nilai gabungan = (0,6 x nilai UN) + (0,4 x nilai sekolah). Nilai sekolah dihitung dari nilai rata-rata ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 untuk tiap mata pelajaran UN.

Nuh mengatakan bobot UN mesti lebih besar dari nilai sekolah untuk mengontrol hasil kelulusan. Pasalnya, dari data-data yang ada masih banyak sekolah yang me-mark up nilai siswa.

Dengan formula baru ini, rencananya akan dipatok nilai tiap mata pelajaran minimal 4,00. Integrasi nilai UN dan nilai sekolah ini diharapkan jadi pendorong untuk menganggap penting semua proses belajar sejak kelas 1 hingga kelas 3.

Adapun kriteria kelulusan ujian sekolah diserahkan kepada sekolah. Nilai sekolah merupakan nilai rata-rata dari ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 setiap mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan penilaian kelulusan siswa tidak lagi hasil potret evaluasi sesaat. Penilaian dilakukan selama proses belajar siswa di sekolah.

Sumber:

http://edukasi.kompas.com/read/2010/12/17/21284783/UN.SMP.dan.SMA.Dilaksanakan.Mei.2011

10 November 2010

BATASAN MATERI TPM 1 TAHUN 2010/2011

Kepada semua Bp./Ibu guru IPA SMP se-Kabupaten Rembang, batasan materi Tes Pengendali Mutu Semester Ganjil Tahun 2010/2011 bisa didownload di link yang tersedia. Silakan klik sesuai dengan yang diinginkan:
1. Batasan materi kelas VII
2. Batasan materi kelas VIII
3. Batasan materi kelas IX

08 Agustus 2010

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran atau RPP mutlak diperlukan oleh seorang guru pada saat mengajar. Berdasar Permendiknas no. 41 tahun 2007 tentang standar proses, khusus yang terkait dengan kegiatan inti meliputi eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Berikut ini saya sediakan file tentang Permendiknas no. 41 tahun 2007, panduan RPP, dan format RPP.
Silakan download, dengan cara mengklik link yang terkait:
Permendiknas RI no. 41 tahun 2007
Panduan RPP
Format RPP
Semoga bermanfaat.

29 Juli 2010

KALENDER PENDIDIKAN 2010/2011

Mengawali tahun pelajaran baru 2010/2011 Bapak / Ibu guru tentu membutuhkan kalender pendidikan. Untuk itu silakan download di: http://www.ziddu.com/download/10944085/KALENDERPENDIDIKAN2010-2011.xls.html.
Silakan dimodifikasi menyesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing.
Semoga bermanfaat. Good Luck for all.

08 Mei 2010

BATASAN MATERI IPA UAS 2 TAHUN 2009/2010

Kepada semua Bp./Ibu guru IPA SMP Kabupaten Rembang, menjelang pelaksanaan UAS 2 Th. Pelajaran 2009/2010 kami sampaikan batasan materi UAS mapel IPA yang dapat diunduh lewat link berikut :
1. Batasan materi UAS2 Kelas VII di : http://www.ziddu.com/download/9731379/Batasanmateritas2kelasVII.xls.html
2. Batasan materi UAS2 Kelas VIII di : http://www.ziddu.com/download/9727612/BATASANMATERI8-2-0910.doc.html

Semoga bermanfaat. Sukses selalu.

04 April 2010

KONFLIK DAN PRESTASI KERJA

DEFINISI KONFLIK

Istilah konflik ini secara etimologis berasal dari bahasa Latin "con" yang berarti bersama, dan "fligere" yang berarti benturan atau tabrakan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya (http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik).

Dengan demikian konflik dalam kehidupan sosial berarti terjadinya benturan kepentingan, pendapat, harapan yang harus diwujudkan dan sebagainya yang paling tidak melibatkan dua pihak atau lebih, dimana tiap-tiap pihak dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok kekerabatan, satu komunitas, maupun satu organisasi sosial pendukung ideologi tertentu, satu organisasi politik, suku bangsa maupun satu pemeluk agama tertentu.

De Dreu dan Gelfand (2008) menyatakan bahwa conflict as a process that begins when an individual or group perceives differences and opposition between itself and another individual or group about interests and resources, beliefs, values, or practices that matter to. Dari definisi tersebut tampak bahwa konflik merupakan proses yang mulai ketika individu atau kelompok mempersepsi terjadinya perbedaan atau opisisi antara dirinya dengan individu atau kelompok lain mengenai minat dan sumber daya, keyakinan, nilai atau paktik-praktik lainnya.

Robbins (2001) menyebut konflik sebagai a process in which an effort is purposely made by A to offset the efforts of B by some form of blocking that will result in frustrating B in attaining his or her goals or furthering his or her interests. Dalam definisi ini tampak bahwa konflik dapat terjadi ketika usaha suatu kelompok dihambat oleh kelompok lain sehingga kelompok ini mengalami frustrasi.

Kondalkar (2007) yang mengutip pendapat Thomas menyatakan bahwa konflik sebagai process that begins when one party perceives that another party has negatively affected something that the first party cares about. Proses konflik bermula ketika satu partai mempersepsi bahwa partai lain memiliki afeksi (perasaan) negatif.

Kondalkar (2007) juga melanjutkan bahwa conflict "as a disagreement between two or more individuals or groups, with each individual or group trying to gain acceptance of its views or objective over others. Dari pendapat ini Kondalkar melihat bahwa konfil merupakan ketidaksetujuan (disagreement) antara dua atau lebih individu atau kelompok yang mana masing-masing individu atau kelompok tersebut mencoba untuk bisa diterima pandangannya atau tujuannya oleh individu atau keompok lain.

Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu hasil persepsi individu ataupun kelompok yang masing-masing kelompok merasa berbeda dan perdebaan ini menyebabkan adanya pertentangan dalam ide ataupun kepentingan, sehingga perbedaan ini menyebabkan terhambatnya keinginan atau tujuan pihak individu atau kelompok lain.

Jenis-Jenis Konflik Dalam Organisasi

Kita dapat menjelaskan ada enam jenis dari konflik yaitu konflik dalam diri seseorang, konflik antarpribadi, konflik interen antaranggota kelompok, konflik antar kelompok, konflik intra organisasi, dan konflik antar organisasi.

1. Konflik dalam diri seseorang

Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi kerena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya.

2. Konflik antarindivïidu

Konflik antarindividu terjadi seringkali disebabkan oleh adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan, dan tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan.

3. Konflik antar anggota kelompok

Suatu kelompok dapat mengalami konflik subtantif atau konflik afektif. Konflik subtantif adalah konflik yang terjadi karena latac belakang keahlian yang berbeda. Jika anggota dari suatu komite mepghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama dikatakan kelompok tersebut mengalami konflik subtantif. Sedangkan konflik afektif adalah koflik yang terjadi didasarkan atas tanggapan emosional terhadap suatu situasi tertentu.

4. Konflik antarkelompok

Konflik antar kelompok terjadi karena masing-masing kelompok ingin mengejar kepentingan atau tujuan kelompoknya masing-masing. Misalnya konflik yang mungkin terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran. Bagian misalnya menginginkan adanya jadwal produksi yang standar sehingga pengawasan dapat dilakukan dengaa mudah. Sedangkan bagian pemasaran menginginkan jadwal produksi yang fleksibel, sehingga mampu fluktuasi permintaan pasar.

5. Konflik intraorganisasi

Konflik intraorganisasi meliputi empat subjenis,yaitu konflik vertikal, horisontal, linistaff, dan konflik peran. vertikal terjadi antara manjer dengan bawahannya sependapat tentang cara terbaik utuk menyelesaikan tugas. Konflik horizontal - terjadi antara karyawan atau temen yang memiliki hirarkhi yang sama dalam organisasi. Konflik lini-staff yang sering terjadi karena adanya pe persepsi tentang keterlibatan staff (staf ahli) dalam pengambilan keputusan oleh manajer lini. Akhirnya konflik peran dapat terjadi karena seseorang memiliki lebíh dari satu peran yang saling bertentangan. Misalnya saja seseorang sisi ia menjabat sebagai kepala subbagian proses produksi dipihak laín ía menjabat sebagai serikat pekerja. Sementara itu karyawan menuntut adanya kenaikan upah yang di kenaikan biaya hidup yang semakin meningkat. Semetara dilain pihak kondísi perusahaan tidak memungkinkan memenuhi tuntutan tersebut karena penesahaan sedang kesulitan finansial. Kondisí seperti itu dapat menyebakan konflik yang dialami oleh kepala subbagian proses produksi karena sebagai kepala serikat pekerja ia merasa mempunyai kewajiban moral untuk memperjuangkan kesejahteraan karyawan, tetapi sebagai unsur pimpinan dalam perusahaan ia memiliki kewajiban menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan.

6. Konflik antar organisasi

Konflik bisa juga terjadi antar organisasi karena mereka memilki saling ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun distributor. Seberapa jauh konflik terjadi tergantung kepada seberapa besar tindakan suatu organisasi menyebabkan adanya dampak negatif terhadap organisasi yang lainnya, atau mencoba mengendalikan sumber-sumber vital organisasi.

Tahapan-Tahapan Konflik Dalam Organisasi

Louis R. Pondy telah mengembangkan suatu model yang dapat dipergunakan untuk menganalisis konflik yang terjadi dalam organisasi. Pertama Pondy mengidentifikasi sumber-sumber konflik dan kemudian menganalisissalah satu jenis tahapan dari suatu episode. Model tersebut menyediakan beberapa petuntuk tentar bagaimana mengendalikan dan mengelola konflik di da1am organisasi. Menurut model Pondy tentang konflik bahwa konflik yang terjadi dalam organisasi meliputi lima tahapan, yaitu konflik yang bersifat laten, konflik yang dipersepsikan, konflik dirasakan, dan konflik yang dimanifestasikan, dan ekor konflik.

Berikut ini akan disajikan gambaran ringkas tentang konflik model Pondy.

Tahap pertama: Konflik Yang Bersifat Laten

Konflik yang terjadi tidak seketika, tetapi potensi untuk munculnya konflik dalam organisasi tetap ada yaitu bersifat laten, oleh karena operasi organisasi itu sendiri. Menurut model ini, bahwa konflik yang terjadi dalam organisasi karena adanya deferensi secara vertikal dan horizontal, yang mengarah kepada pembentukan subunit yang berbeda dengan tujuan yang berbeda dan bahkan seringkali dengan persepsi yang berbeda tentang cara terbaik untuk mencapaitujuan. Dalam perusahaan misalnya, manajer dari berbagai departemen fungsional maupun divisi sependapat tentang tujuan utama dari perusahaan adalah mengoptimalkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai (value) dalam jangka panjang. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Tahap kedua: Konflik yang dipersepsikan (perceived conflict)

Konflik terjadi ketika suatu kelompok atau subunit menganggap atau mempunyai persepsi bahwa tujuannya mulai dihalangi oleh tindakan dari kelompok yang lain. Dalam tahap ini masing-masing subunit atau kelompok mulai menentukan mengapa konflik itu muncul dan menganalisis kejadian-kejadian yang menyebabkannya. Masing-masing kelompok mencari asal mula timbulnya konflik dan membuat suatu skenario yang menerangkan masalah-masalah yang dialami dengan subunit yang lain. Bagian pabrik misalnya, segera menyadari bahwa penyebab masalah yang dihadapinya dalam produksi adalah karena cacatnya bahan-bahan yang dipakai. Setelah bagian produksi mengadakan penelitian, mereka menemukan bagian material selalu membeli bahan baku dari pemasok yang menawarkan harga yang terendah dan tidak mencoba mengembangkan suatu kerjasama jangka panjang yang dapat meningkatkan kualitas dan reliabilitas dari bahan baku tesebut. Praktik bagian material melakukan pengurangan biaya bahan baku dalam rangka memperbaiki fungsinya, tetapi meningkatkan biaya manufaktur atau biaya pabrik meningkat karena banyaknya bahan baku yang tidak dapat dipakai dan merusak tujuan bagian pabrik. Tidak mengherankan bagian pabrik menganggap, bahwa bagian material menghalangi tujuannya. Umumnya yang terjadi pada kondisi seperti itu adalah tingkat konflik meningkat karena subunit atau kelompok berjuang atau bertengkar atas penyebab dari permasalahan. Untuk merubah praktik pembelian yang dilakukan oleh bagian pembelian, maka bagian pabrik menyampaikan keluhan kepada top manajer tentang praktek pembelian yang dilakukan bagian material. Bagian material membantah tuduhan bagiannya telah membeli bahan baku yang berharga yang kualitasnya rendah. Sebaliknya bagian material mengkaitkan permasalahan produksi tersebut sebagai kegiatan dari bagian pabrik untuk memberikan pelatihan yang mendasar terhadap para karyawannya untuk mengoperasikan terbaru dan melempar tanggung jawab atas permasalahan tersebut kepangkuan bagian pabrik. Sekalipun kedua bagian tersebut mempunyai andil atas rendahnya kualitas produksi, mengkaitkan rendahnya produksi dengan cara yang berbeda.

Tahap Ketiga: Konflik yang dirasakan (Felt Conflict)

Pada tahap ini, subunit atau kelompok yang se mengalami konflik dengan cepat mengembangkan kegiatan emosional kearah satu sama lainnya. Khususnya, submit memiliki hubungan dekat dan mengembangkan pertentangan secara mental dan menyalahkan subunit kelompok yang lain. Selagi konflik meningkat, kerjasama antara subunit atau kelompok menurun dan demikian halnya efektivitas organisasi juga menurun. Tentunya sulit ngembangan produk baru dengan cepat jika bagian pen dan pengembangan, bagian material, dan bagian p berselisih paham tentang kualitas dan spesifikasi dari pr akhir. Selagi subunit atau kelompok yang sedang meng konflik bertengkar dan berargumentasi sesuai pandangan sing-masing, maka konflik yang terjadi akan terus menerus Sekalipun permasalahan awalnya relatif kecil, tetapi jika melakukan upaya untuk meredakannya, maka masalah kecil dapat berkembang menjadi konflik yang besar sehingga menjadi lebih sulit untuk mengelolanya. Jika konflik tidak segera diatasi maka akan cepat naik ketahapan berikutnya.

Tahap Keempat: Konflik yang dimanifestasikan

Tahap keempat dari konflik model pondy terjadi jika suatu subunit kembali mencoba untuk menghalangi tujuan dari subunit yang lainnya. Wujud dari konflik pada tahap keempat ini bisa bermacam-macam. Agesi secara terbuka antarkelompok yang mengalami konflik adalah yang paling sering terjadi. Pergolakan yang terjadi pada para pucuk pimpinan sering terjadi karena seseorang berupaya mempromosikan dirinya sendiri dengan mengorbankan orang lain dalam organisasi tersebut.

Tahap Kelima: Ekor Konflik

Cepat atau lambat, konflik yang terjadi dalam organisasi akan teratasi dengan beberapa cara, seringkali melalui keputusan yang diambil oleh manajer senior/manajer puncak. Demikian pula jika sumber dari konflik tidak segera diatasi maka cepat atau lambat perselisihan dan permasalahan yang menyebabkan konflik akan muncul kembali dalam kontek yang berbeda.

Setiap tahapan dari konflik meninggalkan suatu buntut konflik yang berpengaruh terhadap cara masing-masing kelompok bereaksi terhadap konflik yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang. Jika konflik dapat dipecahkan sebelum mencapai tahap konflik-manifestasi, maka buntut konflik akan meningkatkan hubungan kerja yang baik di masa yang akan datang. Jika konflik yang terjadi tidak teratasi sampai akhir dari tahap konflik-manifestasi,ekor konflik akan mengakibatkan hubungan kerja yang tidak baik diwaktu yang akan datang, dan budaya organisasi akan diracuni oleh hubungan tidak bersahabat yang bersifat permanen.


PRESTASI KERJA

Istilah prestasi kerja mengandung berbagai pengertian. Prabowo (2005) mengemukakan bahwa prestasi lebih merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang untuk mengetahui sejauh mana seseorang mencapai prestasi yang diukur atau dinilai. Suryabrata (1984) menyatakan bahwa prestasi adalah juga suatu hasil yang dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan. Dalam dunia kerja, prestasi kerja disebut sebagai work performance (Prabowo, 2005).

Definisi prestasi kerja menurut Lawler (dalam As’ad, 1991) adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif. Lawler & Porter (dalam As’ad, 1991) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kesuksesan kerja yang diperoleh seseorang dari perbuatan atau hasil yang bersangkutan. Dalam lingkup yang lebih luas, Jewell & Siegall (1990) menyatakan bahwa prestasi merupakan hasil sejauh mana anggota organisasi telah melakukan pekerjaan dalam rangka memuaskan organisasinya.

Definisi prestasi kerja menurut Hasibuan (1990) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu.


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Zeitz (dalam Baron & Byrne, 1994) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional kedua yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya.

Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar.

Blumberg & Pringle (dalam Jewell & Siegall, 1990) juga menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang, yaitu kesempatan, kapasitas, dan kemauan untuk melakukan prestasi. Kapasitas terdiri dari usia, kesehatan, keterampilan, inteligensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan, daya tahan, stamina, dan tingkat energi. Kemauan terdiri dari motivasi, kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi, partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri, kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan. Sedangkan kesempatan meliputi alat, material, pasokan, kondisi kerja, tindakan rekan kerja, perilaku pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur organisasi, informasi, waktu, serta gaji.

Konsekuensi dari Prestasi Kerja

Hal utama yang dituntut oleh perusahaan dari karyawannya adalah prestasi kerja mereka yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Prestasi kerja karyawan akan membawa dampak bagi karyawan yang bersangkutan maupun perusahaan tempat ia bekerja. Prestasi kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas perusahaan, menurunkan tingkat keluar masuk karyawan (turn over), serta memantapkan manajemen perusahaan. Sebaliknya, prestasi kerja karyawan yang rendah dapat menurunkan tingkat kualitas dan produktivitas kerja, meningkatkan tingkat keluar masuk karyawan, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan.

Bagi karyawan, tingkat prestasi kerja yang tinggi dapat memberikan keuntungan tersendiri, seperti meningkatkan gaji, memperluas kesempatan untuk dipromosikan, menurunnya kemungkinan untuk didemosikan, serta membuat ia semakin ahli dan berpengalaman dalam bidang pekerjaannya. Sebaliknya, tingkat prestasi kerja karyawan yang rendah menunjukkan bahwa karyawan tersebut sebenarnya tidak kompeten dalam pekerjaannya, akibatnya ia sukar untuk dipromosikan ke jenjang pekerjaan yang tingkatannya lebih tinggi, memperbesar kemungkinan untuk didemosikan, dan pada akhirnya dapat juga menyebabkan karyawan tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja.


Data Prestasi Kerja

Menurut Griffin dan Ebert (1996) salah satu cara mengevaluasi adalah membandingkan kinerja agen yang satu dengan agen yang lain. Kelemahan dari cara ini adalah ketika tidak ada variasi penjualan diantara agen. Manajer hanya memperhatikan seberapa besar kontribusi yang diberikan agen terhadap perusahaan. Evaluasi cara yang kedua adalah membandingkan performansi agen saat ini dengan performansi agen sebelumnya.

Menurut Griffin dan Ebert (1996) evaluasi performansi untuk menentukan prestasi yang resmi mempunyai tiga keuntungan :

  1. Manajer dapat mengembangkan dan mengkomunikasikan standar yang jelas untuk menilai performansi agen asuransi.
  2. Manajer dapat mengumpulkan informasi yang komprehensif mengenai setiap agen.
  3. Agen tahu mereka harus duduk setiap pagi dengan manajer cabang dan menjelaskan performansi mereka ataupun kegagalannya untuk mencapai suatu goal.


Teknik Penilaian Prestasi Kerja

Asnawi (1999) mengemukakan bahwa di dalam proses penilaian prestasi kerja, terdapat berbagai macam teknik penilaian yang dapat digunakan, baik yang objektif maupun yang subjektif. Penilaian yang objektif akan mendasarkan pada data yang masuk secara otentik, baik yang menyangkut perilaku kerja, kepribadian, maupun data mengenai produksi. Sedangkan penilaian yang subjektif sangat tergantung pada judgment pihak penilai. Oleh karena itu, terutama untuk hasil penilaian yang subjektif, hasil tersebut perlu untuk dianalisis dengan lebih teliti, sebab ia dapat berakhir dengan relatif ataupun absolut. Hal ini harus diperhatikan menimbang banyaknya penyimpangan perilaku (behavioral barriers), baik yang bersifat penyimpangan interpersonal maupun penyimpangan politis. Subjek penilai dapat merupakan atasan langsung, nasabah, rekan kerja, bawahan, diri sendiri, ataupun majelis penilai. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Dessler (1988) bahwa subjek penilai adalah pejabat khusus, komite khusus, ataupun dirinya sendiri. Sedikit berbeda dari beberapa teknik penilaian prestasi kerja seperti yang telah dikemukakan di atas, terdapat suatu teknik penilaian yang dikemukakan oleh Schultz (dalam Asnawi, 1999) yang membedakan teknik penilaian yang diterapkan untuk tenaga kerja yang melaksanakan fungsi produksi dengan tenaga kerja yang tidak melaksanakan fungsi produksi. Bagi tenaga kerja yang melaksanakan fungsi produksi, teknik penilaiannya akan berorientasi pada jumlah produksi, kualitas produksi, ada tidaknya atau jumlah kecelakaan kerja, tingkat penghasilan atau upah, absensi, dan peranan interaksi dalam kerja sama.


Sumber dan bacaan lebih lanjut:

As’ad, M. (1991). Psikologi industri. Yogyakarta: Liberty.

Asnawi, S. (1999). Aplikasi psikologi dalam manajemen sumber daya manusia perusahaan. Jakarta: Pusgrafin.

Dessler, G. (1988). Personnel management. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Feinberg, M.R. (1992). Effective psychology for managers. Englewood Cliff, New Jersey : Prentice-Hall

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donnely, J.M. (1985). Organizations behavior, structure, processes. Plano : Business

Publication.

Grivin, R.W. & Ebert, R.J. (1996). Business. Englewood Cliff, New Jersey : Prentice Hall, Inc.

Hasibuan, M.S.P. (1990). Manajemen sumber daya manusia: dasar kunci keberhasilan. Jakarta: CV Haji Mas Agung.

Jewell & Siegall, M. (1990). Psikologi industri/organisasi modern. Jakarta: Penerbit Arcan.

Robbins, S.P. (1983). Organizational behavior: concept, controversion & application (Edisi ke-5). San Diego: Prentice

Hall International, Inc.

Robbins, S.P. (2003). Organizational behavior. New Jersey: Prentice Hall.

Werther, W.B. & Davis, K. (1993). Human resource and personnel management. New York: McGraw-Hill, Co.


29 Januari 2010

LATIHAN SOAL UJIAN DAN PEMBAHASAN

Ujian Nasional SMP/MTs. Tahun 2010 tinggal menghitung hari. Banyak tip dan trik yang bisa dilakukan oleh guru agar para siswa betul-betul siap menghadapi Ujian Nasional tersebut, diantaranya sesering mungkin memberikan latihan soal ujian nasional dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan. Kepada Bapak/Ibu guru yang membutuhkan latihan dan pembahasan soal ujian, silakan download file terkait:

Latihan dan pembahasan soal IPA

Latihan dan pembahasan soal Matematika

Latihan dan pembahasan soal Bahasa Indonesia

Latihan dan pembahasan soal Bahasa Inggris

Semoga bermanfaat dan sukses.

REPOSISI PERAN GURU DALAM PRAKSIS PEMBELAJARAN MODERN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Abad 21 beberapa kalangan mengidentikan sebagai abad teknologi, karena di abad ini peran manusia hampir pasti dapat digantikan oleh teknologi, yang pada dasarnya merupakan hasil kerja keras manusia itu sendiri. Berbagai perubahan 'dunia' yang sangat luar biasa dan terus muncul mengiringi setiap langkah perubahan pada abad 21 ini. 'Horison' dunia semakin meluas seiring dengan 'menyusutnya' dunia, tak ada lagi pembatas sekat negara satu dengan negara yang lain, tidak ada sekat antara komunitas satu dengan yang lain. Dunia telah berubah menjadi sebuah desa kecil yang mengglobal (global vilage). Keadaan ini disebabakan berkembangnya tekhnologi informasi, jaringan dan internet. Bahkan saat ini bukanlah sesuatu yang sangat luar bisa jika beberapa pekerjaan tidak memerlukan kehadiran fisik seseorang dalam suatu pekerjaan melalui tekhnologi 'teleconference'

Sebagai bangsa dan sebagai komunitas dunia, hampir dipastikan semua negara memiliki kepentingan tentang akses teknologi informasi yang ada. Tentu saja negara memiliki peran dan memiliki kebijakan akan penguasaan teknologi yang dikembangkan sehingga tentang apa, bagaimana dan untuk apa teknologi itu dimanfaatkan secara maksimal oleh negara tersebut.

Berkaitan dengan percepatan penguasaan teknologi suatu negara kata kuncinya adalah bagaimana kinerja stoke holder lembaga pendidikan itu berperan. Suatu negara yang sadar akan kelemahan dan kekurangan akan penguasaan teknologi pastilah mereka akan berpacu dan tidak tinggal diam supaya kemajuan teknologi dapat mampir dan berkembang di negara tersebut.

Di Indonesia akhir-akhir ini telah membuktikan kepada dunia, beberapa keunggulan juga telah di ukir oleh anak bangsa ini. Olimpiade sains Internasional, physic, Biologi, matematic hampir pasti tiap tahun jatuh ke tangan anak bangsa ini. Namun demikian puaskah negara ini? Tentu jawabnya adalah tidak. Kita tidak cukup hanya membawa mendali yang nota benenya hanya dimiliki segelintir anak bangsa ini. Yang kita mau adalah bagaimana semua anak bangsa ini juga dapat mampu mengaplikasikan teknologi ini dalam kehidupannya.

Berbicara soal penyiapan elemen bangsa untuk mengahadapi sebuah perubahan zaman di masa sekarang dan masa depan, tidak akan pernah lepas dari konsep pendidikan, terkait dengan hal tersebut "apa yang telah dilakukan oleh institusi pendidikan dalam merubah dirinya untuk mempersiapkan trend perubahan zaman seperti di atas?", " apa yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam mempersiapkan dan mencetak pekerja pada era teknologi informasi ini?'. Permasalahan menarik lainnya terkait dengan hal ini adalah ancaman akses dari perkembangan informasi adalah tergerusnya 'identitas/karakter bangsa'. Bagaimanapun harus kita sadari bahwa salah satu tujuan idealis pendidikan bukan hanya sekedar menyiapkan generasi pekerja di masa yang akan datang namun juga melestarikan identitas karakter bangsa.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.

Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama.

Perumusan Masalah

Berdasar latar belakang di atas, guru sebagai fasilitator pembelajaran dituntut kemampuannya dalam menggunakan teknologi, dengan demikian dengan adanya TIK diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru sebagai pendidik. Dalam makalah ini dibahas sejauh manakah reposisi peran guru dalam praksis pembelajaran modern ?

PEMBAHASAN MASALAH

Reposisi Peran Guru

WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.


Seiring dengan perkembangan TIK peran guru dalam melaksanakan pembelajaran akan mengalami pergeseran. Dalam kegiatan pembelajaran siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul "Reinventing Education", Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya.

Pembelajaran Modern

Tuntutan perubahan mindset manusia abad 21 yang telah disebutkan di atas menuntut pula suatu perubahan yang sangat besar dalam pendidikan nasional, yang kita ketahui pendidikan kita adalah warisan dari sistem pendidikan lama yang isinya menghafal fakta tanpa makna. Merubah sistem pendidikan indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Sistem pendidikan Indonesai merupakan salah satu sistem pendidikan terbesar didunia yang meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu lembaga pendidikan, dan 4 juta tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir seluas benua Eropa. Namun perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita tidak ingin terlindas oleh perubahan jaman global.

Terkait dengan hal ini Tilaar, menyarankan guna memperkuat pendidikan sains siswa perlu diperkuat dengan penguasaan matematika, karena matematika merupakan cara berpikir sains, selain itu perlu juga sekolah dilengkapi laboratorium sains yang memadai untuk menunjang pembelajaran. Hal yang lain adalah pendidikan kreativitas. Adanya informasi yang tidak terbatas memungkinkan seseorang untuk menciptkan hal baru, namun juga menyebabkan seseorang tenggelam dalam timbunan informasi yang membingungkan sehingga seseorang tidak dapat mengambil keputusan. Oleh sebab itu, salah satu sikap yang perlu dikembangkan dalam era ini adalah mengambangkan sikap kratifitas. Perlu juga dikembangkan pendidikan digital dimana setiap satuan pendidikan terkoneksi dalam jaringan digital untuk saling tukar informasi, dan lain-lain. Terkait dengan pendidikan tinggi, perguruan tinggi perlu meletakan hubungan partisipatif dengan dunia usaha dan lembaga-lembaga penelitian. Dimana selama ini hanya terkesan bersifat formal dan seremonial dan bahkan keduanya terkesan menjaga jarak dengan keangkuhanya masing-masing. Dan yang tidak kalah penting adalah pendidikan nilai sebagai pelestari 'budaya' bangsa.

Terkait dengan pembelajaran, tuntutan abad 21 menuntut perubahan reorientasi dalam pembelajaran yaitu dari; (1) menggeser paradigma pembelajaran dari 'asumsi tersembunyi' bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari 'otak/pikiran' guru ke 'otak/pikiran' siswa, menuju pembelajaran yang lebih 'memberdayakan' seluruh aspek kemampuan siswa. (2) menggeser paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centred learning) menuju pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centred learning), self directed learning (belajar mandiri), dan pemahaman diri (metakognisi) karena pembelajaran ini dirasa lebih memberdayakan siswa dalam segala aspek. (3) menggeser dari belajar 'menghafal' konsep menuju belajar 'menemukan' dan 'membangun' (mengkonstruksi) sendiri konsep, yang terbukti mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi, kritis, kreatif dan terampil memecahkan masalah, (4) menggeser dari belajar individual klasikal menuju pembelajaran kelompok kooperatif yang tidak hanya mengajari ketrampilan berpikir saja namun juga mampu mengajari siswa ketrampilan-ketrampilan lainnya (keterampilan sosial).

Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada 5 (lima) pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke "on line" atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dan sebagainya. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet.

Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut "cyber teaching" atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin populer saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.

Reposisi Peran Guru dalam Pembelajaran Modern

Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2) upaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.

Hal itu telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.

Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu berpusat pada guru telah bergeser menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:

Lingkungan

Berpusat pada guru

Berpusat pada siswa

Aktivitas kelas

Guru sebagai sentral dan bersifat didaktis

Siswa sebagai sentral dan bersifat interaktif

Peran guru

Menyampaikan fakta-fakta, guru sebagai akhli

Kolaboratif, kadang-kadang siswa sebagai akhli

Penekanan pengajaran

Mengingat fakta-fakta

Hubungan antara informasi dan temuan

Konsep pengetahuan

Akumujlasi fakta secara kuantitas

Transformasi fakta-fakta

Penampilan keberhasilan

Penilaian acuan norma

Kuantitas pemahaman , penilaian acuan patokan

Penilaian

Soal-soal pilihan berganda

Protofolio, pemecahan masalah, dan penampilan

Penggunaan teknologi

Latihan dan praktek

Komunikasi, akses, kolaborasi, ekspresi


PENUTUP

Simpulan

1. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.

2. peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.

3. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada 5 (lima) pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke "on line" atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata.

Saran

Agar pembelajaran modern dapat berjalan dengan baik dengan memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar akademik.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd. Profesi Kependidikan Problema, solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008

Dr. Wiyanto, M.Si. Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kompetensi Laboratorium, Semarang: UNNES Press, 2008

Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

http://www.almarjan.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=43. Mengembangkan Kompetensi Guru lewat TIK.
Tanggal download, 14 Januari 2010